Dirgantara Online
Senin, 13 Oktober 2025, Oktober 13, 2025 WIB
Last Updated 2025-10-13T07:48:17Z
Bank JambiHeadlineKorupsiPembobolan Rekening BankPerbankan

Anatomi Pembobolan Bank Jambi Rp7,1 Miliar: Ketika Kepercayaan Publik Dikhianati dari Dalam

banner 717x904

Eks Bupati dan Ketua PAN Diduga Bobol Rekening Bank (Dok: AK)

AK47, Sungai Penuh – 
 Pengadilan Negeri Sungai Penuh, udara terasa berat. Ruang sidang yang biasanya datar mendadak tegang. Di balik meja hijau, saksi demi saksi maju satu per satu, membuka tabir kejahatan finansial yang mengguncang bumi Kerinci pembobolan rekening nasabah Bank Jambi Cabang Kerinci senilai Rp7,1 miliar.

Kasus ini bukan sekadar tindak kriminal biasa. Ia telah menyeret nama-nama besar di panggung politik dan pemerintahan daerah. Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Kerinci, Muksin, dan mantan Bupati Kerinci dua periode, Adi Rozal, bahkan hadir langsung di ruang sidang — bukan sebagai tokoh politik, tapi sebagai korban yang uang pribadinya lenyap tanpa jejak.

Mereka menjadi saksi hidup bagaimana sebuah sistem perbankan yang seharusnya melindungi justru membuka celah yang dimanfaatkan oleh orang dalam. Di balik semua ini berdiri satu nama: Rafina Salsabila, mantan pegawai Bank Jambi yang kini duduk di kursi terdakwa.

“Modus Halus” di Balik Seragam Pegawai Bank

Jaksa Penuntut Umum (JPU) M. Haris dengan suara lantang menguraikan modus operasi yang dijalankan Rafina. Sebagai analis kredit, Rafina memiliki akses langsung ke data nasabah  termasuk rekening, riwayat pinjaman, hingga dokumen persetujuan kredit. Akses inilah yang menjadi kunci awal dari skema yang disebut jaksa sebagai “modus halus tanpa jejak.”

Tanpa surat kuasa, tanpa konfirmasi, bahkan tanpa sepengetahuan pemilik rekening, Rafina diduga menarik dana nasabah secara diam-diam. Transaksi dilakukan dengan pola yang rapi, seolah-olah merupakan bagian dari kegiatan administrasi biasa.
Terdakwa memanfaatkan kepercayaan nasabah dan jabatan yang dimilikinya. Aksinya sistematis, dilakukan dengan perhitungan, dan nyaris tanpa celah administratif,” ujar JPU M. Haris di depan majelis hakim.

Dari hasil penyelidikan, ditemukan 27 rekening yang menjadi korban pembobolan. Total dana yang raib mencapai Rp7,1 miliar  jumlah fantastis bagi sebuah cabang bank di daerah seperti Kerinci.
Yang lebih mengerikan, sebagian korban ternyata tak pernah menerima dana pinjaman apapun. Namun setiap bulan, gaji dan angsuran mereka tetap terpotong seolah mereka tengah mencicil kredit yang tidak pernah mereka ajukan.

“Ini bukan sekadar pencurian uang, tapi pencurian identitas dan kepercayaan,” kata salah satu pengamat hukum yang hadir memantau jalannya persidangan.

Ketua PAN dan Mantan Bupati: Korban dengan Nama Besar

Di kursi saksi, Muksin, Ketua PAN Kerinci, tampak berusaha menahan amarah. Wajahnya tegang, suaranya bergetar saat menjelaskan bahwa rekening pribadinya digunakan tanpa izin.
Saya tidak pernah menandatangani surat kuasa apa pun. Tidak pernah menyetujui transaksi apapun. Tiba-tiba diberitahu rekening saya kosong. Itu pun setelah saya tanyakan sendiri,” ungkapnya dengan nada getir.

Tak berhenti di situ. Adi Rozal, mantan bupati yang pernah dipercaya dua periode memimpin Kerinci, juga naik ke kursi saksi bersama putrinya, Khatifah Maulayani.
Adi dikenal publik sebagai figur yang hati-hati dan berintegritas. Namun kali ini, ia tampak geram dan kecewa.
Kami percaya pada sistem perbankan daerah. Tapi bagaimana mungkin uang nasabah bisa berpindah tangan tanpa sepengetahuan pemiliknya? Ini bukan sekadar kelalaian  ini kegagalan sistem.

Suasana ruang sidang sempat hening setelah pernyataannya. Beberapa pengunjung menunduk. Sebagian lain menggeleng tak percaya. Skandal ini seolah menunjukkan betapa rapuhnya fondasi pengawasan dalam lembaga keuangan yang seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi daerah.

Jaksa: Bukti Sudah Cukup, Tak Perlu Lagi Tambahan Saksi

JPU M. Haris kemudian menegaskan, dari dua sidang sebelumnya, alat bukti dan keterangan saksi sudah cukup kuat untuk membuktikan dakwaan.
Fakta-fakta yang muncul di persidangan telah memperjelas pola penyalahgunaan wewenang dan lemahnya sistem kontrol internal di Bank Jambi Cabang Kerinci. Karena itu, kami tidak lagi memerlukan saksi tambahan,” ujarnya.

Rangkaian bukti transaksi menunjukkan aliran dana mencurigakan ke beberapa rekening pribadi. Terdakwa sendiri disebut sempat mengakui sebagian perbuatannya.
Kini Rafina dijerat dengan Pasal 49 ayat (1) huruf A Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, dengan ancaman maksimal lima tahun penjara.

Namun bagi sebagian besar masyarakat Kerinci, hukuman individu bukanlah inti persoalan. Yang dipertanyakan adalah: bagaimana sistem perbankan bisa sebodoh ini?

Cermin Buram dari Dunia Perbankan Daerah

Kasus ini telah menjadi cermin buram bagi manajemen Bank Jambi dan lembaga keuangan daerah lainnya.
Bagaimana mungkin 27 rekening dibobol tanpa satu pun alarm dari sistem audit internal? Bagaimana bagian pengawasan tidak mendeteksi transaksi mencurigakan yang terjadi berulang kali?

“Jika satu orang bisa menembus sistem selama bertahun-tahun tanpa ketahuan, itu artinya bukan sekadar kelalaian, tapi ada lubang besar dalam sistem kontrol internal,” kata seorang mantan auditor bank yang enggan disebutkan namanya.

Lebih dari itu, kasus ini juga mengguncang kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan daerah.
Bagi masyarakat Kerinci, Bank Jambi bukan sekadar tempat menyimpan uang, tapi simbol kedekatan antara pemerintah daerah dan rakyat. Kini simbol itu retak.

Peringatan Keras untuk Dunia Perbankan

Sidang Rafina Salsabila bukan akhir, melainkan peringatan keras bagi seluruh bank daerah di Indonesia.
Bahwa ancaman bukan hanya datang dari peretas luar negeri, tapi bisa muncul dari pegawai yang setiap hari menyapa nasabah dengan senyum ramah di balik meja pelayanan.

Kasus ini membuktikan satu hal: kejahatan keuangan modern tidak selalu meninggalkan jejak digital canggih. Kadang ia berawal dari satu formulir yang ditandatangani tanpa dibaca, satu transaksi yang dibiarkan tanpa konfirmasi, atau satu kepercayaan yang diberikan tanpa pengawasan.

Ketika sidang berakhir sore itu, para saksi keluar dari ruang pengadilan dengan wajah lelah. Di luar, langit Sungai Penuh tampak mendung. Mungkin hanya kebetulan  atau mungkin, seperti nasabah yang kehilangan tabungannya, langit pun sedang ikut bersedih.

(AK)

#Korupsi #Perbankan #PembobolBank #BankJambi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar