AK47, Jakarta — Langit hukum di atas mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim kian mendung. Upaya hukumnya untuk menggugurkan status tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laptop Chromebook berujung buntu.
Senin (13/10/2025), di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), hakim tunggal I Ketut Darpawan dengan tegas membacakan putusan yang ditunggu publik: permohonan praperadilan Nadiem ditolak seluruhnya.
“Menolak permohonan praperadilan pemohon,” ujar Ketut dengan nada tegas di hadapan sidang yang diwarnai sorotan media dan tatapan serius tim hukum kedua belah pihak.
Dengan keputusan ini, status tersangka Nadiem resmi sah secara hukum. Mantan bos Gojek itu kini tak lagi sekadar menghadapi tuduhan — tetapi status hukum yang memiliki kekuatan penuh untuk membawa dirinya ke kursi pesakitan.
Kejagung Siapkan 90 Bukti, Saksi Ahli Kunci Perkuat Penetapan
Dalam proses praperadilan yang digelar sejak awal Oktober, Kejaksaan Agung (Kejagung) tampil ofensif. Mereka menghadirkan 90 dokumen bukti surat dan satu saksi ahli pidana untuk memastikan penetapan tersangka terhadap Nadiem tidak goyah.
Saksi ahli yang dihadirkan, Suparji Ahmad, akademisi hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia, memberikan keterangan yang menjadi fondasi kuat bagi Kejagung. Menurutnya, penetapan tersangka kasus korupsi tidak harus menunggu laporan resmi kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Unsur kerugian keuangan negara tidak mutlak harus berupa laporan resmi dari BPKP. Selama sudah ada dokumen atau keterangan yang menunjukkan adanya mekanisme perhitungan kerugian negara, maka itu sudah cukup untuk memenuhi syarat formil penetapan tersangka,” tegas Suparji di hadapan hakim, Rabu (8/10/2025).
Keterangan ini menjadi amunisi penting bagi Kejagung, yang menilai bahwa indikasi kuat adanya penyimpangan dalam proyek Chromebook sudah cukup untuk melangkah ke tahap penyidikan, tanpa harus menunggu audit final BPKP yang sering memakan waktu panjang.
Dokumen-dokumen yang diserahkan disebut meliputi berkas tender, kontrak pengadaan, laporan penggunaan anggaran, serta hasil penyelidikan internal di Kemendikbudristek terkait proyek digitalisasi pendidikan nasional.
Pihak Nadiem: Penetapan Tersangka Cacat Prosedural
Sementara itu, kubu Nadiem yang dipimpin oleh pengacara flamboyan Hotman Paris Hutapea menilai langkah Kejagung penuh cacat hukum. Mereka menggugat penetapan tersangka melalui permohonan praperadilan yang diajukan Jumat (3/10/2025).
Dalam argumentasinya, Hotman menyoroti kejanggalan prosedural: surat perintah penyidikan (sprindik) dan surat penetapan tersangka terhadap Nadiem diterbitkan di hari yang sama 4 September 2025.
“Bagaimana mungkin seseorang ditetapkan sebagai tersangka tanpa pernah diperiksa lebih dulu sebagai calon tersangka? Ini melanggar asas due process of law,” kata Hotman dalam persidangan.
Selain itu, tim hukum juga menuding surat penetapan tersangka mencantumkan identitas keliru menyebut Nadiem sebagai “karyawan swasta”, padahal jelas ia masih menjabat menteri aktif saat itu.
Tak berhenti di sana, mereka juga menggunakan hasil audit BPKP tahun 2020–2022 untuk menegaskan bahwa tidak ada temuan kerugian negara maupun rekomendasi audit investigatif terkait proyek Chromebook.
Dengan dasar-dasar tersebut, tim Nadiem menuntut agar hakim:
- Menyatakan status tersangka Nadiem tidak sah dan tidak mengikat.
- Menyatakan penahanan terhadap Nadiem tidak sah.
- Memerintahkan Kejagung segera membebaskannya.
- Merehabilitasi nama baik Nadiem di hadapan publik.
Sebagai alternatif, jika kasus tetap berlanjut ke tahap penuntutan, mereka meminta agar penahanan diganti menjadi penahanan kota.
Putusan Hakim: Prosedur Kejagung Sah, Bukti Cukup Kuat
Namun, hakim I Ketut Darpawan menilai argumentasi kubu Nadiem tidak berdasar secara hukum. Dalam pertimbangannya, hakim menyebut Kejagung telah memenuhi syarat formil dan materil dalam menetapkan tersangka, termasuk menghadirkan bukti permulaan yang cukup kuat.
Putusan ini sekaligus menutup pintu bagi Nadiem untuk lepas dari status tersangka melalui jalur praperadilan. Praktis, kasus ini akan segera berlanjut ke tahap penuntutan, dan Kejagung kini punya legitimasi penuh untuk memprosesnya lebih lanjut.
Proyek Chromebook: Ambisi Digitalisasi yang Berujung Masalah
Kasus ini bermula dari proyek pengadaan laptop berbasis Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan yang digagas Kemendikbudristek sejak 2021. Program ini bertujuan membekali sekolah di seluruh Indonesia dengan perangkat digital untuk mendukung pembelajaran daring pasca-pandemi.
Namun, dalam perjalanannya, proyek bernilai triliunan rupiah itu menuai sorotan. Beberapa laporan menyebut adanya markup harga, pengadaan fiktif, dan penyimpangan spesifikasi barang.
Dari sinilah Kejagung mulai melakukan penyelidikan intensif, hingga akhirnya menetapkan Nadiem dan sejumlah pejabat kementerian sebagai tersangka.
Langkah Selanjutnya: Menanti Babak Penuntutan
Dengan ditolaknya praperadilan ini, Nadiem Makarim kini resmi berstatus tersangka sah. Langkah berikutnya berada di tangan Kejagung apakah akan segera melimpahkan berkas ke pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) atau memperdalam penyidikan terhadap pihak-pihak lain.
Publik kini menanti: apakah mantan menteri yang dikenal sebagai simbol reformasi digital di dunia pendidikan itu akan mampu mempertahankan reputasinya di tengah badai hukum terbesar dalam kariernya atau justru tenggelam dalam kasus yang pernah ia bangun atas nama “masa depan pendidikan Indonesia.”
(AK)
#Hukum #NadiemMakarim #Praperadilan #Korupsi #KorupsiChromebook


Tidak ada komentar:
Posting Komentar