
![]() |
Suasana SD Cisaat Sukabumi saat jam sekolah. |
AK47, Sukabumi - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang pemerintah sebagai langkah strategis untuk menekan angka stunting di kalangan pelajar, mendadak jadi sorotan.
Bukan karena menunya lezat atau gizinya lengkap, tetapi gara-gara sepotong plester bekas yang ditemukan di dalam tahu goreng salah satu lauk dalam paket makan gratis di sebuah sekolah dasar di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi.
Insiden ini terjadi di SD Negeri Gadis Cisaat, dan sontak membuat heboh media sosial. Warganet mempertanyakan kebersihan serta pengawasan dalam pelaksanaan program MBG, yang semestinya menjadi simbol perhatian negara terhadap kesehatan anak bangsa.
“Hanya Kesalahan Teknis,” Kata Pihak Sekolah
Kepala SD Negeri Gadis Cisaat, Iis Irawati, mencoba menenangkan suasana yang mulai memanas. Ia menyebut insiden itu sebagai kesalahan teknis dari pihak dapur penyedia makanan, yakni Sentra Penyedia Pangan Gratis (SPPG) Cigunung, yang baru beberapa waktu ditunjuk melayani sekolahnya.
“Selama ini tidak pernah ada keluhan apa pun. Mereka cukup baik memberikan MBG ke sekolah kami. Jadi kami menganggap ini hanya kelalaian kecil, bukan hal yang disengaja,” ujar Iis saat ditemui pada Selasa (21/10/2025).
Iis menjelaskan bahwa dapur SPPG Cigunung melayani sekitar 3.500 porsi setiap hari, sehingga sangat mungkin terjadi kekeliruan dalam proses produksi massal.
“Kalau dilihat dari skalanya, manusiawi saja kalau ada kesalahan kecil. Toh makanan itu belum sempat dimakan oleh anak yang bersangkutan,” ujarnya tenang.
![]() |
Viral Temuan Plester Bekas dalam Menu MBG di SD Sukabumi. (istimewa) |
Insiden Terungkap dari Orang Tua
Pihak sekolah sendiri baru mengetahui kejadian tersebut pada malam hari, setelah salah seorang orang tua siswa melapor. Anak yang menerima paket MBG membawa pulang tahu goreng tersebut, dan saat dibuka di rumah, orang tuanya menemukan plester bekas menempel di makanan.
“Anaknya tidak makan, jadi kami bersyukur tidak ada yang sampai sakit,” kata Dian (37), orang tua siswa yang menjadi sumber temuan itu.
Meski sudah mendapat penjelasan dari pihak sekolah, Dian tetap berharap ada evaluasi serius terhadap higienitas dapur MBG.
“Untuk kokinya, lebih hati-hati menjaga kebersihan. Kalau bisa, variasi menunya juga ditambah. Anak-anak kadang bosan kalau lauknya itu-itu saja,” ujarnya.
Sekolah Minta Tak Dibesar-besarkan
Alih-alih marah, Iis Irawati justru mengajak semua pihak untuk tidak memperkeruh suasana. Menurutnya, satu kesalahan kecil tidak seharusnya menghapus manfaat besar dari program MBG yang telah berjalan dengan baik.
“Kami tetap mendukung program ini. Insyaallah, SPPG sudah memiliki ahli gizi dan memenuhi standar Badan Gizi Nasional (BGN). Tidak mungkin mereka sengaja mencelakakan anak-anak,” katanya.
Iis juga menambahkan, pihak sekolah tidak memiliki kewajiban formal untuk melaporkan kejadian tersebut ke dinas pendidikan, karena laporan awal datang dari pihak orang tua sebagai penerima manfaat.
Namun, ia berharap insiden ini bisa menjadi bahan introspeksi bagi pihak penyedia makanan agar meningkatkan pengawasan mutu dan kebersihan.
“Ke depan, semoga mereka bisa lebih teliti dan menjaga kualitas. Saya juga berharap menunya bisa lebih banyak yang kering, karena makanan basah sering terbuang dan itu pemborosan anggaran negara,” jelasnya.
Program Berniat Mulia, Tapi Perlu Pengawasan Ketat
Kasus di SD Negeri Gadis Cisaat menambah daftar catatan kecil di balik ambisi besar pemerintah menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Program ini diluncurkan dengan tujuan mulia — memastikan anak-anak sekolah mendapatkan asupan gizi seimbang setiap hari, sekaligus menjadi bentuk kepedulian negara terhadap generasi penerus.
Namun, di lapangan, pelaksanaannya kerap menghadapi tantangan: mulai dari mutu bahan pangan, higienitas dapur, distribusi yang tidak merata, hingga keterbatasan tenaga pengawasan.
Satu plester bekas mungkin terlihat sepele, tapi bagi publik, itu cukup untuk mengguncang kepercayaan terhadap kualitas penyelenggaraan MBG di daerah.
Catatan Kritis dari Warga
Dian, yang anaknya ikut menerima MBG setiap hari, mengaku sebenarnya bersyukur dengan adanya program ini. Namun ia menilai perlu ada peningkatan presentasi dan kebersihan agar anak-anak lebih tertarik makan.
“Kalau bisa, nasi dicetak seperti Bento, biar menarik. Susu juga jangan dihilangkan, terutama yang bermerek. Anak-anak suka yang rasanya enak dan kemasannya lucu,” ucapnya.
Harapan: Belajar dari Plester di Tahu Goreng
Kejadian ini mungkin sepele bagi sebagian pihak, tapi menjadi pengingat penting bahwa kualitas makanan sekolah tak hanya soal rasa dan gizi, tapi juga kebersihan dan tanggung jawab moral.
Satu plester bekas di dalam tahu goreng seolah jadi simbol: betapa program yang lahir dari niat baik, bisa kehilangan makna bila pengawasan longgar.
Kini, masyarakat menunggu tindak lanjut nyata bukan sekadar klarifikasi agar setiap piring makan gratis yang diberikan pada anak bangsa benar-benar layak disantap, aman, dan bermartabat.
(L6)
#MakanBergiziGratis #Peristiwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar