Dirgantara Online
Rabu, 15 Oktober 2025, Oktober 15, 2025 WIB
Last Updated 2025-10-15T14:02:19Z
Illegal LoggingMentawaiPembalakan HutanTNI

Operasi Senyap di Jantung Hutan Sipora: Ketika TNI Turun Tangan Bongkar Jaringan Pembalak Liar di Mentawai

banner 717x904

Kepala Staf Umum TNI Letjen TNI Richard Tampubolon meninjau langsung penindakan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang berhasil mengamankan 4.610 meter kubik kayu bulat ilegal dan satu tongkang di Pelabuhan Gresik, Jawa Timur Foto: Instagram/ @puspentni

AK47, Kepulauan Mentawai — 
Pulau Sipora, salah satu permata hijau di gugusan Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, kini tidak lagi hanya dikenal karena keindahan pantainya yang memesona atau barisan pohon tropis yang menjulang di cakrawala. Di balik keheningan hutan hujan tropisnya, tersimpan kisah kelam yang mencoreng wajah alam Nusantara  pembalakan liar berskala besar yang menjarah hutan hingga ratusan hektare.

Kini, aroma tanah basah di rimba Sipora bercampur dengan bau solar dari ekskavator dan jejak sepatu prajurit.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) resmi turun tangan.

Langkah ini bukan reaksi spontan, melainkan hasil penelusuran panjang yang membuka tabir sebuah operasi pembalakan liar yang terorganisir rapi, melibatkan alat berat, jaringan logistik laut, dan dokumen palsu berlapis.

Awal Terbongkar: Dari Kayu Ilegal di Gresik ke Rimba Mentawai

Kasus ini bermula jauh dari Mentawai  di Pelabuhan Gresik, Jawa Timur. Petugas Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), gabungan antara TNI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan aparat penegak hukum, menemukan tumpukan 4.610 meter kubik kayu bulat meranti ilegal yang baru saja tiba menggunakan tongkang Kencana Sanjaya dan tugboat Jenebora 1.

Semula, pengiriman itu tampak legal di atas kertas. Dokumen pengangkutan rapi, dilengkapi cap perusahaan. Namun ketika petugas menelusuri asal-usul kayu tersebut, benang kusut mulai terbuka.
Semua jejak pengiriman itu mengarah pada satu titik sumber: hutan produksi di Pulau Sipora, Mentawai.

“Begitu kami telusuri, ternyata sumbernya dari kawasan hutan yang seharusnya terlindungi. Di lapangan, kami temukan base camp, ekskavator, dan jejak operasi besar-besaran,” ungkap Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letjen Richard Tampubolon, Rabu (15/10).
“Ini bukan operasi asal-asalan. Semua dilakukan terukur, tapi tegas.”

730 Hektare Hutan Raib: Ekosistem yang Runtuh dalam Diam

Temuan di lapangan membuat banyak pihak tercengang. Dari hasil penyisiran Satgas, pembalakan liar di Sipora telah menghancurkan lebih dari 730 hektare hutan alami, termasuk pembuatan jalan hauling ilegal seluas 7,9 hektare untuk memudahkan mobilisasi kayu hasil tebangan.

Hutan yang selama ini menjadi benteng terakhir keanekaragaman hayati Mentawai kini porak poranda.
Batang-batang meranti tua yang dulunya menjulang gagah kini terkapar, meninggalkan bekas potongan segar.
Burung enggang yang biasanya terbang rendah di atas kanopi kini menghilang.
Siamang Mentawai  primata endemik yang hanya hidup di pulau itu perlahan kehilangan habitatnya.

Menurut pakar ekologi Universitas Andalas, diperlukan waktu 60 hingga 100 tahun bagi hutan di kawasan tersebut untuk benar-benar pulih, jika pun masih memungkinkan.
“Kerusakan seperti ini tidak hanya menebang pohon, tapi juga menghancurkan sistem kehidupan yang saling bergantung,” ujarnya. “Begitu satu spesies hilang, seluruh rantai ekologi ikut terguncang.”

Modus Licik: Dokumen Palsu, Perusahaan Bayangan, dan Jejak Uang

Penelusuran lebih lanjut mengungkap bahwa operasi ini bukan kerja individu biasa. Dugaan kuat mengarah pada PT Berkah Rimba Nusantara (BRN) dan seorang individu berinisial IM, yang diduga menjadi pengendali utama di lapangan.

Modusnya licik tapi efektif.
PT BRN secara resmi hanya mengantongi izin 140 hektare lahan melalui skema Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT). Namun, perusahaan ini diduga memanipulasi dokumen legalitas kayu agar seolah-olah hasil tebangan dari ratusan hektare lainnya juga berasal dari area berizin.

Dengan dokumen palsu itulah ribuan meter kubik kayu liar bisa melenggang keluar dari Mentawai menuju Jawa, bahkan luar negeri, tanpa kecurigaan berarti.
“Surat-surat mereka tampak sah di atas meja, tapi di lapangan jelas-jelas tidak sesuai. Semua kayu itu berasal dari kawasan yang tak memiliki izin penebangan,” ungkap seorang anggota tim penegakan hukum yang terlibat dalam investigasi.

Di beberapa titik, aparat juga menemukan base camp rahasia yang terhubung melalui jalan tanah selebar 6 meter ke area pelabuhan lokal. Jalur itu diperkirakan menjadi rute pengangkutan ilegal dari hutan menuju titik pengumpulan sebelum kayu dimuat ke tongkang.

Operasi Lapangan: Pasukan Loreng di Tengah Rimba

Menindaklanjuti temuan itu, TNI mengerahkan personel untuk melakukan penyisiran intensif ke jantung hutan Sipora.
Prajurit dikerahkan menyusuri medan sulit  menembus lumpur, menyeberangi sungai, dan mendaki perbukitan terjal  untuk memastikan tidak ada lagi aktivitas penebangan.

Hasilnya: beberapa base camp pembalak berhasil diamankan, lengkap dengan alat berat seperti ekskavator, truk pengangkut, dan genset besar.
Beberapa pekerja juga diamankan untuk dimintai keterangan.

“Operasi ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal menjaga kedaulatan sumber daya alam bangsa,” tegas Letjen Richard. “Kalau kita diam, besok-besok Mentawai tinggal nama.”

Tersangka dan Jerat Hukum: Tak Ada Lagi Ruang untuk “Main di Hutan”

Hingga kini, dua pihak resmi ditetapkan sebagai tersangka:

  • IM, individu yang diduga menjadi pengendali operasional lapangan.
  • PT Berkah Rimba Nusantara (BRN), korporasi yang memfasilitasi dan menikmati hasil pembalakan liar tersebut.

Kasus ini kini ditangani bersama oleh Ditjen Gakkum KLHK dan Kejaksaan Agung.
Para pelaku dijerat dengan Undang-Undang Kehutanan serta UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana hingga 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 15 miliar.

Sisa Luka dan Harapan Pulihnya Alam Mentawai

Kini, yang tersisa di hutan Sipora adalah kesunyian.
Batang-batang pohon yang dulu menjulang kini rebah berserakan.
Bekas roda alat berat meninggalkan luka-luka menganga di tanah yang dulu subur.
Namun di sela reruntuhan itu, masih ada kehidupan  tunas muda yang mencoba tumbuh, suara serangga yang kembali terdengar, dan tekad sekelompok prajurit menjaga agar luka itu tak bertambah dalam.

Operasi besar-besaran ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi para pelaku kejahatan lingkungan di seluruh Indonesia.
Bahwa menjarah hutan bukan hanya melanggar hukum, tapi juga mengkhianati masa depan bangsa.

Namun bagi masyarakat Mentawai, pertanyaan besar masih menggantung di udara:

“Setelah semua ini, bisakah alam kami benar-benar pulih?”

(AK)

#IleggalLogging #PembalakanHutan #Mentawai #TNI 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar